
Oleh: Ribut Lupiyanto | 26 January 2013 | 16:16 WIB
Seorang buta aksara dan miskin papa, siapa sangka menjelma menjadi
pemimpin besar peradaban dunia. Bahkan ajarannya tetap eksis dan
berkembang ke seantero bumi hingga kini, 15 abad sepeninggalnya. Tak
berlebihan jika Michael Hart menampatkannya sebagai manusia paling
berpengaruh sepanjang sejarah manusia. Dialah Muhammad, Rasul terakhir
yang menerima wahyu Al-Qur’an dan membawa risalah Islam.
Beragam cara dilakukan ummat muslim demi mengekspresikan kerinduan akan
keteladanan Muhammad. Kraton Solo dan Yogyakarta membiasakan tradisi
Grebeg Sekaten. Sebagian masyarakat Jawa juga mengenal budaya apeman.
Dan, secara umum banyak dijumpai pengajian-pengajian akbar memperingati
Maulid Nabi SAW ini. Lepas dari pro-kontra segala peringatan tersebut,
tersirat semangat kaum muslim untuk terus mengingat sosok Nabi yang
penuh keteladanan. Tak ada sedikitpun laku Nabi kecuali menjadi suri
tauladan yang baik (uswatun khasanah). Laku itu terbagi menjadi ajaran,
anjuran, sifat manusiawi, serta budaya Arab. Ada wilayah yang wajib dan
ada yang sekadar boleh diteladani.
Green Prophetic
Selama ini memperbincangkan keteladanan Nabi banyak didominasi sisi
spritual, edukasi, kesehatan, ekonomi, politik, atau sosial budaya.
Belum banyak tersuguhkan bagaimana keramahan dan ajaran Nabi dalam aspek
lingkungan hidup (ekologi). Tulisan ini bukanlah analisa tapi sekadar
menampilkan ulang potret Muhammad dari teropong ekologi berdasarkan
As-Sunnah.
“Bumi adalah masjid” tutur Nabi. Artinya, dimana pun boleh dilakukan
Sholat. Di sisi lain. tersirat sabda ini juga mengajarkan bagi kaum
muslim untuk memperhatikan bumi (lingkungan) agar tetap suci/lestari.
Nabi juga pernah mengajarkan “Berhentilah makan sebelum kenyang”. Makan
adalah produk nafsu yang dibutuhkan dan kenyang adalah ambang batasnya.
Selain punya hikmah kesehatan, sabda tersebut juga menuntun kita
bagaimana cara sederhana mengendalikan hawa nafsu. Kekenyangan identik
dengan kerakusan. Sedangkan kerakusan itu pangkal dari kerusakan.
Tengoklah nasib lingkungan dan sumberdaya alam sekitar kita. Kekeringan,
banjir, longsor, polusi air dan udara, serta bencana lainnya jika mau
jujur semua adalah efek kerakusan manusia.
Selain memberikan kerangka dasar dalam kaitannya melestarikan
lingkungan, Nabi juga mengajarkan berbagai langkah dan gaya hidup
konkrit (green lifestyle). Misalnya tentang membudidayakan penghijauan.
Nabi SAW bersabda “Barangsiapa menanam pepohonan dan menjaganya dengan
sabar serta merawatnya hingga berbuah, maka segala sesuatu yang menimpa
terhadap buah-buahnya akan dianggap shadaqah dijalan Allah”. Muhhammad
SAW juga sangat memperhatikan kebersihan. Beliau setiap hari bersiwak
untuk membersihkan mulut dan gigi. Juga keramas setiap Jum’at untuk
membersihkan rambut. Suatu hari Sahabat Abu Dzar bertanya pada
Rasulullah “Wahai Nabi Allah, sesungguhnya saya tidak mengetahui diri
saya apakah tetap hidup ataukah mati sepeninggalmu, maka berilah sesuatu
yang bermanfaat dari Allah”. Rasul pun menjawab “Kerjakanlah ini”
seraya beliau membuang duri dari jalan. Hal ini menyiratkan ajaran dalam
menjaga kebersihan dan keselamatan penggunaan jalan.
Rasulullah Muhammad SAW juga peduli akan kelangsungan keanekaragaman
hayati. Beliau pernah melarang menyembelih kuda. Ketika itu populasi
kuda mulai terbatas, reproduksinya tak bagus, sedangkan kebutuhannya
sebagai alat transportasi cukup tinggi. Dalam kasus lain beliau pernah
bersabda “Barangsiapa yang membunuh seekor burung secara sia-sia, maka
pada hari kiamat nanti burung itu akan mengadu ke hadapan Allah dan
berkata,’Wahai Tuhanku, si fulan telah membunuhku hanya untuk
main-main…”.
Hemat air pun tak luput dari perhatian dan teladan Nabi. Ibnu Majah
meriwayatkan bahwa Nabi SAW pernah bepergian bersama Sa’ad bin Abi
Waqash. Tatkala Sa’ad berwudhu, Nabi berkata “Jangan menggunakan air
berlebihan”. Dan dilanjutkan “Sekalipun kamu melakukannya di sungai yang
mengalir”. Tentang larangan mencemari air Nabi bersabda “Janganlah
kalian kencing di air yang diam, kemudian mandi disana”. Terkait
manajemen sumberdaya air untuk kepentingan bersama Nabi pun bersabda
“Tiga hal yang menjadi hak milik publik adalah air, tempat berlindung,
dan api”.
Kutipan-kutipan di atas masihlah secuil diantara sekian banyak
keteladanan nabi Muhammad SAW dalam menjaga lingkungan. Ini sudahlah
cukup mengabarkan bagi kita akan perhatian Nabi dan pengelolaan
lingkungan menjadi bagian penting dalam seri kepemimpinan beliau. Syekh
Yusuf Qaradhawi dalam bukunya Islam Agama Ramah Lingkungan menyimpulkan
bahwa menjaga lingkungan sama dengan menjaga agama. Perbuatan dan usaha
yang mencemari dan merusak lingkungan akan turut menodai substansi
keberagamaan yang benar.
EsQ: Ecospiritual Quotient
Manusia dituntut mampu belajar mengambil hikmah sekaligus membaca
dinamika lingkungan (reading the words, reading the world). Hal itu
dapat dilakoni jika manusia mampu menjadi ulil albab (manusia pemikir)
yang senantiasa membaca (iqra’) atas segala kejadian. Disinilah titik
penting perlunya ummat muslim memiliki kecerdasan ekospiritual
(Ecospiritual Quotient). Yaitu kemampuan berselaras dan menjaga alam
lingkungannya dengan motivasi dan aksi berbasiskan nilai spiritual
Islam. Aspek lingkungan mestilah ditempatkan sejajar dengan ekonomi,
sosial, budaya, politik, dan lainnya dalam konteks ibadah kontekstual.
EsQ tidaklah cukup hadir pada level individual. Ia mesti terkoneksi dan
saling menguatkan secara komunal. Agama merupakan sisi fundamental
manusia, makanya tepat jika EsQ diupayakan sebagai strategi utama dalam
membangun kesadaran lingkungan secara indovisu maupun kolektif. Bahkan
terbuka lebar bekerjasama dan berjejaring dengan nilai ekospiritual
agama lain. Tentu dalam batas toleransi yang disepakati. Semoga setiap
peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW juga menjadi momentum untuk
melakukan refleksi sekaligus memperkuat gerakan aksi pelestarian
lingkungan.
Powered by Telkomsel BlackBerry®
Kiriman : ismailbusri@gmail.com
26 Januari 2013